Bangga dan senang adalah rasa yang wajar dimiliki setiap orang
(mahasiswa) PKM yang diajukan lolos. Proposal yang diajukan tersebut didanai oleh
Dirjen Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal itu sebagai
wujud apresiasi pemerintah terhadap karya kreativitas anak bangsa. Selain itu
juga diharapkan akan menggugah semangat para mahasiswa untuk saling berlomba
menunjukkan kebolehannya sesuai dengan bidang masing-masing.
Kesempatan serupa juga diberikan kepada para pendidik yaitu para
dosen. Dosen juga diberi kesempatan untuk saling berkompetisi membuat proposal
hibah penelitian, pengabdian masyarakat dan lain sebagainya. yang jelas
tujuannya adalah untuk memberikan penghargaan kepada para dosen agar lebih
semangat dalam mengabdikan diri untuk bangsa.
Entah sudah berapa banyak proposal yang didanai oleh Dirjen Dikti
dan entah sudah berapa rupiah yang digelontorkan pemerintah untuk mendukung
program tersebut. Bukan merupakan hal yang sulit untuk pemerintah menganggarkan
dana tersebut. Sungguh luar biasa pemerintah dalam memberi kesempatan semua
kaum akademisi untuk terus mengembangkan potensi demi pembangunan bangsa.
Akan tetapi disisi lain harapan itu tidak semanis dan semulus apa
yang direncanakan dan diharapkan. Disamping sudah baiknya sistem penyeleksian
proposal yang masuk ternyata tidak dibarengi dengan pelayanan penyaluran
bantuan yang baik pula. Kenyataan yang ada dilapangan adalah banyak program
yang tidak bisa berjalan dengan lancar atau bahkan mandek dalam pengerjaannya
dikarenakan persoalan penyaluran bantuan. Tidak jarang pula para pengusul
program atau perguruan tinggi memberikan dana untuk menalangi pelaksanaan program.
Dalam penyaluran bantuan tersebut, pemerintah mensyaratkan agar
penyusul program dapat membuat laporan pertanggungjawaban dari dana yang “akan”
diterima tersebut. Entah dengan alasan apa yang pasti itu yang sekarang ini
terjadi. Aneh bukan, dana belum disalurkan tetapi sudah diminta membuat laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana. Dengan demikian, secara tidak langsung para
pengusul program juga dituntut untuk membuat laporan palsu alias “laporan
bodong”. Meskipun saya yakin masih ada orang yang bisa memagang teguh prinsip
dan pendiriannya.
Dengan adanya kebohongan tersebut sudah barang tentu ada
kemungkinan penyelewengan dana. Dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan “X”
misalnya, pada kenyataannya tidak digunakan atau digunakan dalam bentuk yang
lain. Jadi serba untung-untungan, siapa yang berani berbohong lebih besar maka
untung yang didapat juga akan semakin besar. Budaya semacam ini disadari atau
tidak sudah tumbuh subur disekitar kita. Dan justru ironinya adalah berkembang
di dunia akademisi yang seharusnya mampu menjaga moral bangsa. Atau dengan kata
lain, sebenarnya karuptor itu tumbuh dan berkembang berawal dari hal-hal
demikian itu.
Oleh karena itu, pemerintah harus
bertanggungjawab penuh dengan kejadian-kijadian ini. Pemerintah harus
menyelamatkan generasi muda, para akademisi agar tetap mampu menjaga prinsip
dan pendirian. Hal itu akan mampu terlaksana jika pemrintah mampu membuat
sistem yang baik dan mempersempit peluang untuk melakukan penyelewengan.
Penulis : Wahyu Imam Santoso
That is why i leave it
BalasHapusPernah menjadi salah satunya dan kapokkk
akar ini harus segera dicabut,
BalasHapus