Bagi sebagian
besar individu dewasa, bekerja merupakan hal yang lebih dari sekedar kewajiban
empat puluh jam seminggu. Bahkan jika kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan
tersebut ditambahkan, seperti waktu perjalanan ke dan dari tempat kerja, persiapan
untuk bekerja dan waktu makan siang, maka kebanyakan individu mempergunakan
sepuluh jam atau lebih seharinya untuk aktivitas yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Selain soal waktu, banyak pula individu yang menemukan porsi
penting kepuasan mereka dan identitas dalam pekerjaannya. Pekerjaan menjadi
bagian utama dalam hidup. Konsekuensinya, stres dan konflik muncul sebagai
bagian dari dinamika kerja, dan mempengaruhi kualitas hidup sehari-hari.
Stres dan
konflik merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan, karena konflik
merupakan salah satu sumber potensial dari stres (Moekijat, 1990). Stres dan
konflik di tempat kerja bukanlah fenomena baru. Namun, saat ini konsep tentang stress dan konflik kerja
telah menarik dan mengguncang perhatian nasional. Tekanan dan pertentangan
menjadi masalah manajemen yang sangat penting dalam dunia bisnis. Menurut National Safety Council (2003), manajer
perusahaan dan HRD pabrik mengakui keberadaan stress telah mewabah. Dua dari
tiga pekerja mengaku mengalami tekanan kerja. Perusahaan dapat merugi akibat
dari dampak yang dihasilkan stres, yang sebagian besar adalah masalah absen,
keterlambatan, kejenuhan, produktivitas yang semakin rendah, angka keluar masuk
yang tinggi, kompensasi kerja dan peningkatan biaya asuransi kesehatan. Di sisi lain, stres dan konflik dalam jumlah
tertentu diperlukan untuk memicu prestasi kerja.
STRES
DALAM LINGKUNGAN KERJA
Pengertian
stres
Terdapat
berbagai pengertian stres, Dari sudut pandang orang biasa, stres dapat
digambarkan sebagai perasaan tegang, gelisah atau khawatir. Istilah stres telah
didefinisikan secara harfiah dalam berbagai literatur. Namun, secara umum stres
dapat diartikan sebagai suatu kondisi dinamis yang dialami seseorang saat
dihadapkan pada peluang, tuntutan atau sumber daya yang berkaitan dengan
hal-hal yang diinginkan. Untuk itu, stres tidak selalu berarti buruk (Ivancevich
et al., 2008; Robbins et al., 2014).
Sumber
Stres
Kondisi
lingkungan yang khas sebagai sumber stres yang potensial disebut sebagai suatu
penekan atau stressor. Terdapat lima jenis sumber stres yang potensial, yaitu
stressor lingkungan fisik, stressor individu, stressor kelompok, dan stressor
keorganisasian (Gibson et al., 2012)
- Stressor
Lingkungan Fisik
Ketidaknyamanan dalam lingkungan kerja berasal
dari berbagai macam fenomena fisis seperti getaran, ledakan, suhu, bahan kimia
beracun, radiasi, ketinggian, iklim dan cuaca.
- Stressor
Individu
Dalam lingkungan kerja, konflik peran
adalah yang paling banyak terjadi. Segi-segi konflik peran mencakup perasaan
tidak menentu karena tuntutan yang dari atasan yang berlawanan dengan harapan
pekerja. Konflik peran bisa disebabkan oleh pemimpin yang tidak memberikan
hak-hak, hak-hak istimewa dan kewajiban dengan tepat kepada karyawannya.
Akibatnya, pekerja mengalami suatu hal yang dinamakan overlapping, atau suatu ketidakseimbangan beban kerja.
Diagram U terbalik menjelaskan hubungan
antara tekanan yang disebabkan oleh beban kerja dengan prestasi karyawan
(Gibson et al., 2006) Beban yang
terlalu ringan tidak membuat karyawan bersemangat. Tidak ada suatu pemicu yang
mendorong daya kreativitas. Beban kerja yang sesuai akan membuat pekerja
bersemangat dan mencapai prestasi yang optimal. Namun, beban kerja yang
berlebih justru menyebabkan pekerja kelelahan, produktivitas kerja menurun.
- Stressor
Kelompok
Banyak karakteristik kelompok yang dapat
menjadi stressor kuat bagi sebagian individu. Hubungan yang baik di antara
anggota suatu kelompok kerja merupakan faktor sentral bagi kesejahteraan
individu. Hubungan yang buruk mencakup rendahnya kepercayaan, dukungan serta
keengganan untuk mendengarkan dan mencoba menanggulangi masalah yang dihadapi
seorang karyawan.
- Stressor
keorganisasian
Sebagian orang merasa frustasi dengan
kewajiban berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Lainnya bisa saja
memandang suatu keikutsertaan dalam pengambilan keputusan merupakan ancaman
terhadap hak-hak tradisional seorang manajer yang mempunyai hak untuk mengambil
keputusan akhir.
Bagian lainnya dari stressor
keorganisasian adalah struktur organisasi yang terlalu kaku. Pemimpin
menerapkan peraturan yang terlalu kaku tanpa adanya pengecualian. Dalam
lingkungan yang seperti itu, pekerja justru mengalami penurunan produktivitas
dan kepuasan kerja.
Sindrom
Adaptasi Umum
Stres dapat
dirasakan atau dialami oleh seseorang atau tidak tergantung pada karakteristik
masing-masing orang. Hal ini berkaitan dengan respon adaptasi. Hans Selye pada
tahun 1976 mengutarakan teori yang
berkaitan dengan tanggapan terhadap stres yang disebut General Adaptation Syndrome. Selye mengutarakan terdapat tiga
tahapan yang dapat ditentukan sehubungan dengan tanggapan stres manusia, yaitu
tahap peringatan, tahap perlawanan dan tahap keletihan (Coon and Mitterer, 2011)
Tahap peringatan
terjadi sebagai suatu reaksi terhadap ancaman yang dirasakan. Tubuh dalam
keadaan mencoba membiasakan diri, ditandai dengan rasa cemas, berdebar, otot
tegang yang tidak berlangsung lama. Bila
stres terus berlangsung, tahap ini akan segera digantikan oleh tahap
perlawanan. Perlawanan di sini berarti perlawanan terhadap penekan atau sumber
stres. Pada tahap ini, tubuh sudah terbiasa dan mengenali tekanan yang dialami.
Tanda-tanda yang muncul pada tahap pertama sebagian besar hilang. Namun,
apabila individu yang sudah memasuki tahap ini diberikan tambahan stressor yang
lain, pertahanan tubuhnya akan mengendur. Tahap ketiga adalah keletihan. Jika
stres menimpa cukup keras atau berlangsung lama, tahap perlawanan akan
digantikan oleh tahap keletihan. Tahap ini erat kaitannya dengan penyakit
psikosomatis, seperti tukak lambung, radang usus halus, dan gangguan pembuluh
darah pada jantung (Coon and Mitterer, 2011; Fraser, 1992).
Konsekuensi
stres
Dampak stres
sangat banyak dan beragam. Tentunya, beberapa di antaranya bersifat positif. Namun,
banyak juga stressor yang sifatnya mengganggu dan secara potensial berbahaya. Terdapat
lima jenis konsekuensi stres yang potensial, yaitu dampak subjektif, dampak
perilaku, dampak kognitif, dampak fisiologis, dan dampak organisasi. Dampak subjektif adalah dampak yang dirasakan
suatu individu, tetapi belum tentu dirasakan individu lainnya, seperti rasa
cemas, bosan, acuh, depresi, keletihan, gugup, merasa kesepian. Selanjutnya
stres juga bisa memberikan dampak terhadap perilaku individu. Pekerja yang
tertekan dapat mencurahkan semua yang dialaminya dengan merokok berlebihan,
makan berlebihan, minum alkohol dan masalah perilaku lainnya. Dalam keadaan
tertekan, pekerja dapat kehilangan kemampuan kognitifnya, diantaranya
ketidakmampuan mengambil keputusan yang jelas, mudah lupa, dan tidak
konsentrasi. Kemudian individu yang mengalami stres dapat merasakan dampak fisiologis,
yaitu mengalami gangguan metabolisme dalam tubuh, seperti meningkatnya kadar
gula, dehidrasi, gangguan pencernaan dan gangguan lainnya. Adapun dampak
keorganisasian adalah dampak yang dialami pekerja dalam lingkungan sosial
kerjanya, seperti absen, rendahnya produktivitas, mengasingkan diri,
ketidakpuasan kerja.
Program
Pengelolaan Stres
- Strategi
Pemimpin
Seorang pemimpin
yang bijaksana tidak pernah mengabaikan masalah stres yang dialami karyawannya.
Manajer yang efektif memandang kejadian ini sebagai gejala dan melihat di
belakang gejala tersebut untuk mengidentifikasi dan mengoreksi sebab-sebab yang
mendasarinya. Sebagai pemimpin strategi yang dapat dilakukan di antaranya:
- Analisis
Peranan:
Jika stres berlebihan muncul dalam suatu
peranan, pemimpin dapat memprakarsai tanggapan: merumuskan peranan orang yang
bersangkutan,dan mengurangi beban peranan berlebihan dengan mendistribusikan
kembali pekerjaan. Masing-masing cara tersebut dilakukan untuk meningkatkan
kesesuaian antara orang pada suatu peranan tertentu dengan pekerjaan.
- Program
Perusahaan yang Luas:
Program penanggulangan stres dapat
ditawarkan atas dasar yang luas pada perusahaan. Artinya, program yang
dilakukan dapat bermanfaat untuk seluruh pekerja yang ada dalam perusahaan,
sebagai cara untuk mencegah dan menanggulangi stres. Contohnya adalah outbound,
tur bersama, program konseling dan pelayanan kesehatan.
- Pendekatan
Individual Terhadap Stres
Individu dapat
mengelola sendiri secara mandiri stres yang dialaminya. Cara yang dapat dilakukan
antara lain relaksasi, meditasi, biofeedback,
berpikir positif, menarik nafas dalam-dalam, dan sebagainya.
KONFLIK
DALAM LINGKUNGAN KERJA
Konflik
sebagai Bagian dari Stres
Istilah konflik tidak
dapat dipisahkan dari stres, karena konflik merupakan salah satu sumber
potensial dari stres (Moekijat, 1990). Perbedaan yang terdapat dalam lingkungan
kerja, baik fisik maupun sosial, sering menyebabkan terjadinya ketidakcocokan
yang akhirnya menimbulkan konflik. Konflik tersebut dapat menjadi tekanan
positif dan juga negatif bagi individu. Menjadi tekanan positif apabila
kehadiran konflik dapat meningkatkan peforma kerja. Sebaliknya, apabila konflik
dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian dapat menjadi tekanan yang negatif,
sehingga menyebabkan penurunan efektivitas dan produktivitas kerja (Rusdiana,
2015).
Penyebab
Munculnya Konflik dalam Lingkungan Kerja
Terdapat
beberapa hal yang menyebabkan konflik dalam lingkungan kerja, diantaranya
- Faktor
Individu
Seseorang dengan
karakter tertutup terhadap dirinya sendiri dan orang lain memiliki kemungkinan
yang tinggi untuk mengalami konflik, dibandingkan individu dengan karakter
terbuka. Individu dengan karakter tertutup seringkali tidak mau melihat suatu
hal dari sudut pandang orang lain. Keacuhannya terhadap sudut pandang orang
lain dapat menyebabkan salah paham, yang kemudian mengakibatkan pertentangan
antarperseorangan (Moekijat, 1990).
Sikap keras
kepala dan penyangkalan yang ada dalam diri seseorang juga dapat menyebabkan
konflik. Pribadi yang memaksakan kehendaknya akan sulit mencapai kata kompromi.
Orang dengan sikap yang terus menyangkal kritik dari orang lain, tidak akan
mengalami perubahan positif dalam kinerjanya. Dengan sikap seperti ini, orang
tersebut dapat mengalami konflik serupa yang berulang (Rusdiana, 2015).
- Penyebab
dari luar individu (Rusdiana,
2015)
- Persaingan
tidak sehat
Demi tercapainya suatu prestasi kerja,
seseorang seringkali kurang menghargai pendapat dan gagasan orang lain.
Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara yang tidak sehat untuk
memenangkan persaingan.
- Kompromi
semu
Karyawan bisa saja menyetujui semua
keputusan atau kebijakan di kantornya. Namun, hal yang dirasa tidak sesuai
dipendam begitu saja, tidak pernah disampaikan kepada manajer. Ketika
ketidaksesuaian semakin menumpuk, karyawan cenderung mengutarakan keluh
kesahnya di belakang dan membicarakan keburukan pimpinannya. Lambat laun,
ketidakseseuaian ini menjadi bumerang untuknya.
- Pemecahan
masalah secara sederhana
Awalnya terjadi suatu konflik kecil dan
diselesaikan sekadarnya. Fokusnya hanya tertuju pada masalah, tetapi tidak pada
orang-orang yang mengalami konflik. Konflik yang pernah terjadi ini dapat
terbuka kembali dengan kompleksitas yang lebih besar.
- Ketidaksepakatan
Konflik ini ditandai dengan pendapat
yang diperdebatkan. Selanjutnya ada pihak yang menjaga jarak dengan pihak yang
memiliki pendapat berbeda. Apabila hal ini terus berlanjut, akan terjadi
pembentukan kubu-kubu yang dapat menyebabkan perpecahan.
Mengelola
Konflik (Rusdiana, 2015)
Manajemen
konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku maupun pihak ketiga
dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang dapat menyelesaikan
konflik Dalam lingkup kerja, manajemen konlik merupakan seni mengatur dan
mengelola konflik yang ada pada lingkungan kerja agar menjadi fungsional dan
bermanfaat bagi peningkatan efektifitas dan prestasi kerja. Adapun strategi
yang dilakukan dalam manajemen konflik adalah sebagai berikut
- Strategi
sepihak
- Exit
Pihak yang lemah keluar dari tekanan
dari pihak yang kuat. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tekanan akan
menimbulkan pengaruh yang kuat pada kehidupan pihak yang tertekan.
- Avoidance
Tindakan menghindar dilakukan
berdasarkan perhitungan positif negatifnya untuk melakukan suatu aksi. Jika hal
negatifnya lebih banyak dari hal positifnya, maka strategi menghindar ini dapat
diterapkan.
- Noncompliance
Pihak dengan kewenangan yang sangat
kecil mencari dukungan atas tindakan yang akan dilakukannya untuk menyelesaikan
konflik.
- Unilateral Action
Salah satu pihak secara sepihak
melakukan penyelesaian konflik dengan cara yang diinginkannya, melawan pihak
lain. Tindakan ini bisa menyebabkan timbulnya kekerasan.
- Joint Problem Solving
Merupakan
strategi yang dilakukan oleh dua pihak yang berselisih untuk menyelesaikan
konflik. Strategi ini memungkinkan adanya kontrol terhadap hasil yang dicapai
oleh pihak-pihak yang terlibat. Setiap pihak mempunyai hak yang sama untuk
berpendapat dalam menentukan hasil akhir. Strategi penyelesaian konflik ini dilakukan
melalui pertemuan secara langsung antara pihak-pihak yang berkonflik.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam strategi ini adalah sebagai berikut
- Identification of Interest
Tahap ini dilakukan dengan menjabarkan kepentingan-kepentingan
individu-individu atau kelompok-kelompok yang terlibat konflik.
- Weighting Interest
Mempertimbangkan
kepentingan yang paling penting untuk diprioritaskan
- Third-Party Assistance and Support
Kedua belah pihak yang bertikai sepakat
untuk mempergunakan peran orang ketiga untuk membantu menyelesaikan konflik.
Pihak ketiga harus bersifat netral agar setiap pihak dapat menerima hasil yang
disepakati. Strategi ini sedikit menawarkan kompromi atau penyelesaian masalah
secara kreatif karena pihak ketiga memiliki otoritas penuh.
Stres dan
konflik di tempat kerja tidak bisa dianggap sepele, karena dapat memberikan
pengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. Stres dan konflik perlu diatur
supaya baik dalam jumlah yang besar maupun jumlah yang kecil, manusia yang mengalaminya
dapat bertahan dan beradaptasi. Dengan begitu, individu dapat meminimalkan efek
negatif keduanya dan mendapatkan kembali kendali diri dalam kehidupan. Sebagai
pemimpin, pengelolaan ini diperlukan untuk menjaga produktivitas dan
efektifistas kerja karyawannya.
Komentar
Posting Komentar