CARA MENDAPATKAN 1000 SUBSCRIBER DAN 4000 JAM TAYANG BUAT PEMULA

ORGANISASI DAN IDEALISME

I.            PENDAHULUAN

Dalam tatanan suatu negara, mahasiswa merupakan aset yang sangat penting dan berharga. Disamping didengung-dengungkan sebagai agen peruhanan, mahasiswa juga merupakan penopang moral bangsa. Mahasiswa juga diharapkan menjadi pemimpin masa depan yang masih bisa menjaga idealisme dalam menjalankan pemerintahan.dari segi akademik, mahasiswa dituntut dapat melakukan riset-riset, kajian-kajian ilmiah yang dapat menambah dan memperkaya khasanah keilmuan mereka. Disamping itu, mahasiswa juga dituntut peka terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dan berkemabang di masyarakat baik dari segi sosial maupun politik. Menjaga moral dan idealisme harus tetap dilakukan demi tegaknya tiang perdamaian di negara ini.
Gerakan mahasiswa (GM) adalah gerakan idealis. idealismenya sebagaimana yang sering kita dengar adalah sebagai agen perubahan (agent of change) dan agen kontrol sosial (agent of social control). Kedua fungsi ini pada hakekatnya belumlah memadai. Gerakan Mahasiswa, mengutip dari Rama Pratama (1999), mantan ketua Senat Mahasiswa UI (kini BEM-UI) dalam tulisannya "Gerakan Mahasiswa dan Civil Society", haruslah berfungsi sebagai director of change (pengarah perubahan).
Kedua hal di atas harus dilakoni oleh gerakan mahasiswa. GM harus berperan aktif dalam kelangsungan nasib bangsa ini. Peran mahasiswa jika kita telusuri sangatlah banyak. Bisa dengan kajian intensif, diskusi kontemporer serta demonstrasi menentang pemerintah yang kebijakannya tidak populis. Setelah aksi yang dilakukan berhasil, misalkan penjatuhan rezim, maka setidaknya sudah ada gambaran format kenegaraan yang ideal untuk diimplementasikan. GM tidak bisa lagi memberikan blank check (cek kosong) pada pemerintah.
Salah satu mitos yang perlu dtinjau kembali adalah mitos mahasiswa yang diumpakan seperti film koboi Shane. Cerita ini diangkat oleh Arief Budiman, saudaranya Soe Hok Gie, penulis buku Catatan Seorang Demonstran, karena ada kemiripan secara fungsional. Dalam cerita itu, Shane—yang diperankan Alan Ladd—berduel dengan kepala bandit yang diperankan oleh Jack Palance. Dalam pertarungan yang seru itu Shane menang. Setelah menghabisi sang bandit serta kroni-kroninya, kota menjadi tenang. Melihat aksiShane yang hebat, masyarakat memintanya untuk menjadi pemimpin di kota yang malang itu. Namun, sang pahlawan tidak menggubrisnya. Ia memacu kudanya kian kencang. Pergi, karena menolak mendapatkan jabatan dan balas jasa dari masyarakat. Cerita ini relevan jika kita kaitkan dengan aksi mahasiswa 1966. Ketika itu banyak aktifis mahasiswa yang dulunya orator ulung serta jagoan lapangan ditawari jabatan. Jelas ada yang mengambilnya! Tapi sayang, idealisme mantan mahasiswa itu ada juga yang kendor. Bahkan tercerabut oleh kekuasaan yang hegemonik. Seharusnya idealisme itu tetap dijaga, jangan pupus di tengah jalan!
Gerakan mahasiswa tidak selamanya harus mengikut pada konsep koboi di atas. Sebagai contoh, jika rezim tiran runtuh, maka menurut frame koboi Shane, mahasiswa harus kembali ke kampus. Nah bagaimana dengan implementasi agenda reformasi? Olehnya itu, gerakan mahasiswa harus menjaga dan mengarahkan arah reformasi. Orientasi mahasiswa selain sebagai moral force, juga sebagai political force. GM tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan kekuatan moral. Harus juga dengan kekuatan politik. “Gerakan mahasiswa harus menjadi gerakan politik!” Demikian kata Andi Rahmat, ketua umum KAMMI Pusat saat berkuasanya Gus Dur dalam wawancaranya dengan Majalah IslamSabili.
Gerakan politik mahasiswa tentu beda dengan gerakan politik oportunis. Bagi mahasiswa, kekuasaan itu hanyalah sarana dan konsekuensi logis untuk perubahan ke depan. Tapi kaum oportunis, biasanya menggunakan banyak “topeng” untuk meraih kepentingan sesaat.
Masih ingat kasus Jacob Nuwawea, orang dekatnya Presiden Mega yang juga Menakertrans yang bagi-bagi duit ke beberapa mahasiswa untuk aksi anti-militer? Jika itu betul, maka sesungguhnya, itulah sikap oportunistik sesaat yang memalukan telah dilakukan segelintir “aktivis gadungan”, mengutip bahasanya teman-teman LMND (Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi).
Politik mahasiswa harus tetap independen, menjadi oposisi ekstra-parlementer. Tentunya oposisinya yang konstruktif. Selama ini memang ada image bahwa oposisi itu acuh tak acuh terhadap pemerintahan. Paradigma ini harus diubah, bahwa oposisi adalah keniscayaan di era demokrasi. Segala kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan negara terkait dengan politik. Misalnya saja demonstrasi mahasiswa. Selain sebagai kekuatan moral, juga sebagai kekuatan politik yang diperhitungkan. Karena dalam realitanya aksi mahasiswa bersama bersama elemen masyarakat bisa menurunkan Bung Karno, Soeharto hingga Gus Dur. Ini salah satu gerakan politik mahasiswa. Artinya bahwa aksi yang lakukan turut berpengaruh terhadap pengambilan keputusan.

Dengan demikian, selain agent of change dan agent of social control, gerakan mahasiswa juga sebagai director of change. Mendapat beban itu, ada sebuah pertanyaan untuk aktivis mahasiswa. Mampukah gelaran moral yang berat itu dipikul?

Baca Juga :
- Sistem Organisasi
- Manfaat Organisasi

II.                 RUMUSAN MASALAH

A.     Mahasiswa UNIMUS belum begitu peka terhadap persoalan sosial dan politik
B.     Mahasiswa UNIMUS masih berpandangan bahwa yang terpenting adalah nilai akademik dibanding kekiatan berorganisasi
C.     Mahasiswa UNIMUS belum punya jiwa berorganisasi dan idealisme yang kuat

III.               PEMBAHASAN MASALAH

Dari beberapa rumusan masalh diatas, dapat dikaji lebih lanjut sebagai berikut :
A.     Mahasiswa UNIMUS belum peka terhadap persoalan sosial dan politik
Sebagai universitas yang mayoritas mahasiswanya adalah mahasiswa di bidang kesehatan, tentu tidak terlepas dengan kegiatan magang, tugas-tugas, kerja laboraturium, kajian jurnal dan lain sebagainya. Dengan segala kesibukan tersebut terkadang mahasiswa merasa jenuh dan stress. Tanpa bermaksud mengesampingkan program studi non kesehatan. Mahasiswa seakan terkurung dalam dunia akademik saja. Perlu adanya penyeimbang dari semua itu, yaitu dengan mengikuti kegiatan-kegiatan kemahasiswaan dalam organisasi mahasiswa yang ada di UNIMUS.
Kegiatan semacam itu sangat bermanfaat, selain sebagai penyeimbang rasa jenuh dalam akademik juga dimaksudkan untuk membuka wacana mahasiswa terhadap persoalan yang muncul di masyarakat baik dari segi sosial maupun politik, serta untuk menambah pengalaman berorganisasi dan interaksi sosial agar tidak canggung ketika sudah lulus dan harus hidup bermasyarakat.

B.     Mahasiswa UNIMUS masih berpandangan bahwa yang terpenting adalah nilai akademik dibanding kekiatan berorganisasi

Sebagai mahasiswa pasti menginginkan hasil studi yang terbaik. Tidak ada mahasiswa yang tidak menginginkan nilai akademik bagus. Bahkan untuk mencapai itu harus dilakukan dengan belajar tanpa henti, lembur, mengerjakan tugas yang menumpuk dan terkadang dalam ujian ada yang melakukan tindakan tidak terpuji hanya demi mendapat nilai bagus. Selain menjadi gengsi, nilai tinggi juga menjadi tuntutan dari orang tua yang mempercayakan kepada anaknya. Karena orang tua juga sudah kerja keras demi bisa mengirimkan biaya kuliah dan lain-lain. Terkadang semua itu menjadi tekanan batin yang mengakibatkan mahasiswa stress.
Dengan tugas yang menumpuk dan laporan yang harus cepat diselesaikan membuat mahasiswa hanya terpaku pada dunia akademik saja. Hal itu yang membuat mahasiswa UNIMUS kurang peka terhadap persoalan sosial maupun politik. Misal kenaikan BBM dan kasus korupsi yang marak diberitakan di media. Hampir di berbagai perguruan tinggi melakukan penolakan dan aksi terhadap permasalahan tersebut. Tapi mahasiswa di UNIMUS seakan tak perduli dengan permasalahan itu. Selain karena masih menganggap nilai akademik yang lebih utama, faktor lain adalah kurangnya wawasan kebangsaan  sosial politik pada mahasiswa UNIMUS.

C.     Mahasiswa UNIMUS belum punya jiwa berorganisasi dan idealisme yang kuat

Dari penjelasan poin A dan poin B dapat kita ketahui bahwa minat berorganisasi dikalangan mahasiswa UNIMUS masih kurang. Perlu adanya proses penyadaran terkait pentingnya berorganisasi pada mahasiswa. Hal ini penting karena merupakan modal mereka untuk berinteraksi dan bermasyarakat. Mahasiswa yang digadang-gadang menjadi agen perubahan dan calon pemimpin masa depan harus memiliki pengalaman organisasi dan mempunyai idealisme yang kuat.
Idealisme sangat dibutuhkan oleh seorang mahasiswa. Untuk menumbuhkan rasa idealisme harus lewat berorganisasi. Dengan berorganisasi kita jadi mengerti rasanya kebersamaan, mengerti arti kepemimpinan, dapat menata mental, membangun relasi dan lain sebagainya. Idealisme harus tetap terjaga jika kita menginginkan tatanan negara yang baik. Banyak mahasiswa yang kehilangan jati diri dan idealismenya ketika sudah bergelut dibidang politik atau bergabung di partai politik. Hal itu sangat mungkin karena dalam politik memang banyak sekali kepentingan yang dapat mengendurkan idealisme. Dapat kita ketahui bersama dalam pemerintahan sekarang ini, seorang yang dulunya dianggap mempunyai idealisme yang sangat kuat malah justru sekarang menjadi koruptor kelas kakap. Seorang yang seharusnya menjadi contoh, yang dulunya menjadi panglima salah salu organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia justru tidak menggambarkan hal yang terpuji.

IV.              KESIMPULAN

Dari beberapa uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa peran mahasiswa terhadap pembangunan negara sangat pentig. Diperlukan pondasi yang kuat dalam perjalanan menuju tatanan negara yang baik. Moral dan idelaisme menjadi pondasi yang harus dimiliki seorang mahasiswa yang nantinya akan menjadi pelopor perubahan dan calon-calon pemimpin masa depan. Untuk menata moral dan idelaisme memang perlau dilatih melalui berorganisasi, baik diinternal kampus maupun eksternal. Hal itu dimaksudkan agar ketika kita menjadi pemimpin suatu saat nanti, kita menjadi pemimpin yang memang benar-benar dapat dipercaya. Memang susah memberi penyadaran kepada mahasiswa untuk turut aktif berorganisasi. Tetapi selagi ada niat dan keinginan kuat pasti ada jalan untuk menuju kebaikan.

V.                 PUSTAKA

http://www.kammi.or.id, 
http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/25/kemerosotan-sikap-idealisme-mahasiswa/

Komentar